Selasa, 16 Desember 2014

Limbah Radioaktif (Nuklir)

LIMBAH RADIOAKTIF (NUKLIR)


Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Definisi tersebut digunakan di dalam peraturan perundang-undangan. Pengertian limbah radioaktif yang lain mendefinisikan sebagai zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat difungsikan/dimanfaatkan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.

Klasifikasi Limbah Radioaktif
Undang-Undang Nomor 10/1997 tentang Ketenaganukliran mengklasifikasikan limbah radiokaktif menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
  1. Limbah Tingkat Rendah (Low Level Waste-LLW)
  2. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate Level Waste - ILW); dan
  3. Limbah Tingkat Tinggi (High Level Waste - HLW)
Sedangkan menurut PP No. 27 tahun 2002 tentang pengelolaan limbah radioaktif limbah aktivitas rendah, sedang dan tinggi di jelaskan sebagai berikut:
1. Limbah Aktivitas Rendah
Yaitu limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman (clearance level) tetapi di bawah tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
2. Limbah Aktivitas Sedang
Limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi yang tidak memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
3. Limbah Aktivitas Tinggi
Limbah radioaktif dengan tingkat aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan, termasuk bahan bakar nuklir

Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
Selain dari penggunaan radioisotop di rumah sakit dan industri, kegiatan litbang nuklir oleh lembaga penelitian dan pengembangan juga menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut dihasilkan dari pengoperasian (aktivitas) beberapa fasilitas nuklir yang umumnya dimiliki lembaga litbang nuklir. Fasilitas tersebut dapat berupa reaktor riset, instalasi produksi radioisotop, instalasi pengelolaan limbah radioaktif serta laboratorium penunjang lainnya,
Selain penggunaan sumber radioaktif dilembaga litbang nuklir, lembaga penelitian lainnya, seperti universitas juga menghasilkan limbah radioaktif. Aktivitas yang mungkin di lakukan adalah misalnya penggunaan radioisotop untuk keperluan pemantauan untuk mengetahui sistem metabolisme atau mekanisme perpindahan (pathways) suatu unsur/mineral di lingkungan, atau penelitian untuk mengetahui optimalisasi penyerapan pupuk oleh tanaman, efisiensi penggunaan pestisida dan lain-lain.
Industri
Pemanfaatan bahan radioaktif dalam bidang industri sangat beragam tergantung dari tujuan penggunaannya, misalnya untuk pembangkitan energi (PLTN), pengujian kualitas pengelasan, pengujian ketebalan bahan, sebagai alat kontrol, pengujian homogenitas suatu campuran (perunut), penentuan kandungan mineral atau minyak bumi dalam industri pertambangan dan lain-lain. Sesuai dengan tujuan penggunaan tersebut maka jenis radionuklida yang digunakan bervariasi sebagai pemancar alpha (α), beta (β), gamma (γ) dan netron dengan aktivitas yang beragam. Beberapa radionuklida yang sering digunakan dalam bidang industri adalah 60Co, 85Kr, 137Cs, 192Ir, 241Am, 90Sr dan 241Am-Be. Limbah radioaktif dari penggunaan sumber radiasi di industri merupakan sumber bekas (spent source) yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Limbah yang dihasilkan dari PLTN adalah limbah aktivitas rendah, sedang dan bahan bakar nuklir bekas

Sumber limbah radioaktif
Limbah radioaktif dihasilkan dari segala aktivitas yang memanfaatkan bahan radioaktif, baik dari seluruh tahapan dalam pengoperasian reaktor nuklir, produksi dan penggunaan radioisotop (bahan radioaktif) dalam bidang kesehatan, industri dan penelitian.
Rumah Sakit
Di bidang kedokteran sumber radioaktif terutama digunakan untuk keperluan diagnosa dan terapi penyakit. Beberapa radioisotop yang sering digunakan untuk keperluan diagnosa antara lain 99Tc, 125I, 153Gd, dan 241Am, sedangkan radioisotop yang digunakan untuk terapi antara lain 60Co, 90Sr, 137Cs dan 192Ir. Radioisotop yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka (unsealed source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.

Upaya Penanganan Limbah Nuklir
Secara umum, pengelolaan limbah nuklir yang lazim digunakan oleh negara-negara maju meliputi tiga pendekatan pokok yang bergantung pada besar kecilnya volume limbah, tinggi rendahnya aktivitas zat radioaktif yang terkandung dalam limbah serta sifat-sifat fisika dan kimia limbah tersebut. Tiga pendekatan pokok itu meliputi:
  1. Limbah nuklir dipekatkan dan dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan dalam wadah khusus untuk selanjutnya disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini efektif untuk menangani limbah nuklir cair yang mengandung zat radioaktif beraktivitas sedang dan atau tinggi
  2. Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan meluruh dalam tempat penyimpanan khusus sampai aktivitasnya sama dengan aktivitas zat radioaktif lingkungan. Cara ini efektif bila dipakai untuk pengelolaan limbah nuklir cair atau padat yang beraktivitas rendah dan berwaktu paruh pendek.
  3. Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke lingkungan. Cara ini efektif dalam pengelolaan limbah nuklir cair dan gas beraktivitas rendah (Sofyan, 1998)
Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah (70 – 80%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak didaur ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit. Penangan limbah radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya mengikuti tiga prinsip, yaitu :
  • Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi, kompaksi/ditekan.
  • Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan
  • Menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi
 Tabel Perbedaan Penyimpanan Bahan Bakar Nuklir Bekas

Penyimpanan Sementara
Bahan Bakar Nuklir Bekas
Penyimpanan Lestari
Lokasi bebas banjir
Lokasi bebas banjir dan terhindar dari erosi
Tahan terhadap gempa
Lokasi tahan terhadap gempa dan memenuhi karakteristik materi bumi dan sifat kimia air
Didesain sehingga terhindar dari kekritisan
Didesain sehingga terhindar dari terjadinya kekritisan
Dilengkapi dengan peralatan proteksi radiasi
Dilengkapi dengan sistem pemantau radiasi dan radioaktivitas lingkungan
Dilengkapi dengan penahan radiasi
Dilengkapi dengan sistem pendingin
Dilengkapi dengan sistem proteksi fisik
Dilengkapi dengan sistem penahan radiasi
Dilengkapi dengan sistem pemantau radiasi
Dilengkapi dengan sistem proteksi fisik
Memenuhi distribusi populasi penduduk dan tata wilayah sekitar lokasi penyimpanan

Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat (B,xxxx). Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudahtidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).

Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan dalam drum/beton dengan semen. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar/dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas masif (B,xxxx). Proses pemadatan bisa dilakukan dengan semen (sementasi), aspal (bitumentasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan gelas (vitrifikasi) (Sofyan,1998) Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih ditempat/lokasi khusus dengan kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat (B,xxxx).
Tabel 2 berikut ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi sebagai lokasi/tempat penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas maupun penyimpanan lestari berdasarkan PP No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Tabel 2. Standarisasi Lokasi Penyimpanan Limbah Nuklir
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan atau pengukungan limbah antara lain:

Keselamatan terpasang
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi

Penghalang ganda
Zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (>99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama. Selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan, kelongsongan bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Apabila masih dapat keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang ketiga yaitu sistem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal ± 20 cm. penghalang kelima adalah perisai beton dengan ketebalan 1,5 – 2 meter. Bila zat radioaktif tersebut masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang ke enam yaitu sistem pengukung yang terdiri pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5 – 2 meter yang kedap udara.

Pertahanan berlapis
Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin terjadi selama umur PLTN; dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan (B,xxxx).
Selain itu terdapat juga dua pendekatan utama dalam pengelolaan limbah radioaktif yaitu pendekatan “Dilute and Disperse” dan pendekatan “Concentrate and Contain”. Pada pendekatan Dilute and Disperse, limbah yang mengandung radionuklida dengan konsentrasi rendah di buang secara langsung ke lingkungan. Pembuangan atau pelepasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui atmosfer (material gas dan partikulat kasar) dan air pada lingkungan perairan maupun lingkungan air tawar (cairan, substansi terlarut dan suspended solid). Biasanya dalam fase cair dan gas yang disebut juga sebagai effluen. Keuntungan pendekatan Dilute and Disperse adalah dimungkinkan untuk melakukan verifikasi dan kontrol. Pada pendekatan Concentrate and Contain, limbah dalam fase padat di isolasi dari lingkungan manusia untuk meminimalkan paparan yang mungkin terjadi. Untuk kasus radionuklida umur pendek (hanya beberapa tahun), dimungkinkan untuk mengisolasi limbah di tempat penyimpanan yang aman sampai waktu peluruhan radioaktif berkurang ke level kurang berbahaya. Hal tersebut berlaku juga untuk limbah radionuklida dalam bentuk cair dan gas. Limbah yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh yang lama dalam jumlah besar, harus di isolasi ke tempat penyimpanan (repository). Berbagai alternatif harus di identifikasi dan diperhitungkan termasuk ketersediaan modal, operasional, biaya perawatan, penerapan pengelolaan limbah, dan efek yang diberikan baik secara individual maupun kolektif terhadap masyarakat dan pekerja (Cooper,2003)
Limbah yang mengandung radionuklida dengan level rendah dapat dibuang ke landfill dengan material limbah biasa. Limbah yang mengandung radionuklida level tinggi memerlukan standar isolasi yang lebih besar terhadap lingkungan hidup (biosfer). Limbah bahan nuklir bekas dan hasil belahan berkonsentrasi tinggi, yang mengalami peningkatan selama reprocessing bahan bakar bekas, harus memenuhi standar tertinggi pada saat melakukan isolasi limbah. Pembuangan atau penyimpanan limbah radionuklida dilakukan pada kedalaman ratusan meter di bawah tanah dengan mempertimbangkan pendekatan pengukungan berlapis. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan terhadap pembuangan limbah antara lain bentuk limbah, kontainer, fasilitas lining disposal, formasi geologi dimana fasilitas ditempatkan, perlindungan biosfer terhadap perpindahan radionuklida (Cooper,2003).
Limbah radioaktif dihasilkan dalam fase gas, cair dan padatan melalui proses industri termasuk listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga nuklir. International Atomic Energy Agency (IAEA) mengeluarkan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif, yaitu:
  1. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tingkat keamanan yang dapat melindungi kesehatan manusia dan lingkungan
  2. Limbah radioaktif harus dikelola dalam hal memberikan level yang dapat diterima guna perlindungan lingkungan
  3. Limbah radioaktif harus dikelola untuk menjamin bahwa efek yang mungkin terjadi pada kesehatan manusia diluar batas standar nasional, turut diperhitungkan
  4. Limbah radioaktif harus dikelola dalam memberikan prediksi bahwa dampak terhadap kesehatan generasi masa depan tidak lebih besar dari yang sekarang di terima
  5. Limbah radioaktif hars dikelola dengan cara tertentu yang tidak memberikan pengaruh atau akibat fatal pada generasi berikutnya
  6. Limbah radioaktif harus dikelola dengan tujuan yang sesuai frame work nasinal termasuk pembagian tanggung jawab dan provisi untuk fungsi kelembagaan independen.
  7. Limbah radioaktif yang dihasilkan harus minimum practicable.
  8. Keterkaitan antara seluruh tahapan dalam menghasilkan limbah radioaktif serta pengelolaannya harus dapat diukur atau diperhitungkan.
  9. Keamanan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan limbah radioaktif harus dipastikan selama masa lifetime (Cooper, 2003)
Akan tetapi pelaksanaan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif tersebut tidak lepas dari aturan perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga butuh adaptasi sebelum adanya aplikasi. Ada beberapa pengertian limbah radioaktif :
  1. zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan atau
  2. bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, dan sudah tidak dapat difungsikan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
Jenis limbah radioaktif :
  • Dari segi besarnya aktivitas dibagi dalam limbah aktivitas tinggi, aktivitas sedang dan aktivitas rendah.
  • Dari umurnya di bagi menjadi limbah umur paruh panjang, dan limbah umur paruh pendek.
  • Dari bentuk fisiknya dibagi menjadi limbah padat, cair dan gas. 
Berasal darimanakah limbah radioaktif ?
Limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan nuklir untuk keperluan industri dan rumah sakit.

Bagaimana cara mengelola limbah radioaktif ?
Limbah radioaktif dikelola sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan masyarakat, pekerja dan lingkungan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Cara pengelolaannya dengan mengisolasi limbah tersebut dalam suatu wadah yang dirancang tahan lama yang ditempatkan dalam suatu gedung penyimpanan sementara sebelum ditetapkan suatu lokasi penyimpanan permanennya.Apabila dimungkinkan pengurangan volume limbah maka dilakukan proses reduksi volume, misalnya menggunakan evaporator untuk limbah cair, pembakaran untuk limbah padat maupun cair yang dapat bakar, ataupun pemampatan untuk limbah padat yang dapat dimampatkan.Penyimpanan permanen dapat berupa tempat di bawah tanah dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk limbah aktivitas tinggi dan waktu paruh panjang, atau dekat permukaan tanah dengan kedalaman hanya beberapa puluh meter untuk limbah aktivitas rendah-sedang.

Apa bahayanya limbah radioaktif ?
Karena limbah memancarkan radiasi, maka apabila tidak diisolasi dari masyarakat dan lingkungan maka radiasi limbah tersebut dapat mengenai manusia dan lingkungan. Misalnya, limbah radioaktif yang tidak dikelola dengan baik meskipun telah disimpan secara permanen di dalam tanah, radionuklidanya dapat terlepas ke air tanah dan melalui jalur air tanah tersebut dapat sampai ke manusia.Bahaya radiasi adalah, radiasi dapat melakukan ionisasi dan merusak sel organ tubuh manusia. Kerusakan sel tersebut mampu menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh. Disamping itu, sel-sel yang masih tetap hidup namun mengalami perubahan, dalam jangka panjang kemungkinan menginduksi adanya tumor atau kanker. Ada kemungkinan pula bahwa kerusakan sel akibat radiasi mengganggu fungsi genetika manusia, sehingga keturunannya mengalami cacat.

Apa yang harus dilakukan terhadap sumber radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi ?
Sumber terbungkus atau peralatan yang mengandung zat radioaktif yang sudah tidak digunakan atau tidak ingin digunakan lagi dapat berupa nuclear density gauge jinjing atau fixed, kamera radiografi untuk maksud industri, sumber radioaktif terbungkus yang digunakan untuk kedokteran (brachytherapy) dan sumber terbungkus yang digunakan kalibrasi instrumen dan sebagainya. Umumnya sumber yang tidak digunakan lagi ini dikembalikan ke vendor atau pabrikan sesuai dengan kontrak yang dibuat. Kesulitan dalam pengembalian ini dapat menghubungi BAPETEN (Hotline fax: 021-6385 6613, 6385 9141, telepon : 021-6385 4879 (litbang dan industry) dan 021-6385 4883, 6385 4871 (kesehatan) atau email: dpfrzr@bapeten.go.id). Alternatif lain adalah mengirim/melimbahkan sumber tersebut ke BATAN (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Fax 021-7560927, Telepon 021-7563142 atau email: ptlr@batan.go.id). Sebenarnya ada alternatif ketiga, yakni memindahkan atau mentransfer izin pemanfaatan ini ke pihak lain, untuk itu silahkan menghubungi BAPETEN. Pemegang izin sumber harus memperhatikan kapan izin yang dimilikinya kadaluarsa. Sumber yang sudah kadaluarsa izinnya harus mengikuti salah satu dari ketiga alternatif di atas dan dilarang menyimpan sumber radioaktif yang sudah kadaluarsa.

Apakah limbah radioaktif yang telah diolah bisa dibuang ke lingkungan ?
Operasi pemanfaatan tenaga nuklir dapat menimbulkan limbah radioaktif. Sebagian limbah ini diproses (misalnya dilewatkan filter) sedemikian rupa sehingga zat radioaktif yang lolos (disebut efluen radioaktif cair/gas) berada dalam jumlah yang memungkinkan untuk dilepas ke lingkungan (atmosfer/badan air).Jumlah zat radioaktif yang dilepas ke lingkungan tidak boleh melebihi batas lepasan (discharge limit) yang telah ditetapkan. Selain itu untuk limbah radioaktif selain efluen diberlakukan tingkat klierens (clearance levels). Semua radionuklida di bawah nilai tingkat klierens (umumnya dalam satuan konsentrasi aktivitas Bq/g) dapat dibuang ke lingkungan. Biasanya nilai tingkat klierens jauh lebih rendah dari batas lepasan.

Adakah hubungan limbah radioaktif dengan Limbah B3 ?
Sebenarnya perdefinisi, limbah radioaktif adalah bagian dari limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), namun ada kalanya sebagian masyarakat membedakan kedua jenis limbah tersebut. Menurut pandangan terakhir ini, terdapat istilah 'mixed waste' (limbah campuran), yaitu limbah yang mengandung campuran unsur radioaktif sekaligus B3. Sebagai contoh, dalam proses pembuatan bahan bakar uranium, terdapat limbah yang mengandung asam (B3) dan radionuklida sekaligus. Sehingga dalam penanganannya, kedua sifat bahaya tersebut(B3 dan radioaktif) harus selalu dipertimbangkan.
Siapakah yang bertanggung jawab mengelola limbah radioaktif ?
Pengelolaan limbah radioaktif didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, penyimpanan sementara serta penyimpanan secara permanen. Apabila badan pengawas mengijinkan, maka kegiatan pengelolaan tersebut sebagian boleh dilaksanakan oleh pihak penghasil limbah radioaktif, yaitu dari pengumpulan sampai penyimpanan sementara. Namun penyimpanan permanen dilaksanakan oleh BATAN. Apabila penghasil limbah radioaktif tidak mampu melaksanakan kegiatan sebagian pengelolaan tersebut, maka pengelolaan limbah radioaktif sepenuhnya kewajiban BATAN.Badan yang melakukan pengawasan adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang terpisah dari badan pelaksana (BATAN). Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Adakah dasar hukum yang mengatur mengenai limbah radioaktif ?
Dasar hukum yang mengatur limbah radioaktif adalah Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, serta Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.

Berapakah biaya pengelolaan limbah Radioaktif ?
Biaya pengelolaan limbah tersebut sangat bergantung pada jenis limbahnya. Terdapat perbedaan biaya antara limbah radioaktif cair, padat terbakar, padat terkompaksi dan sebagainya. Seluruh biaya tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2008.  

Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Bab VI Pengelolaan Limbah Radioaktif Pasal 23, Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 5 dan penjelasannya ditentukan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) adalah instansi pengelola limbah radioaktif. Selain itu, limbah radioaktif juga diatur dalam Peraturan pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. Dengan demikian, BATAN merupakan satu-satunya institusi resmi di Indonesia yang melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif. BATAN memiliki satu Pusat yang khusus bertugas dalam pengelolaan limbah radioaktif yaitu Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Bagi industri atau rumah sakit yang menghasilkan limbah radioaktif dapat mengirim limbahnya ke PTLR. Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia diawasi pelaksanaannya oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

Alam Mengajarkan Cara Mengelola Limbah Radioaktif

Sebagian masyarakat masih meragukan keselamatan pengelolaan limbah radioaktif terutama pada tahap penyimpanan akhir limbah radioaktif karena sebagian limbah radioaktif berusia sangat panjang. Dikhawatirkan limbah tersebut dapat tersebar dan membahayakan manusia dan lingkungannya.Beruntung alam mengajarkan tentang bagaimana zat radioaktif tersimpan di suatu tempat selama jutaan tahun dan tidak berpindah/bermigrasi ke tempat lain yang dapat membahayakan lingkungan dan manusia. Contoh fenomena alam yang paling menakjubkan adalah reaktor nuklir alam Oklo di Negara Gabon Afrika.
 Reaktor nuklir bisa terjadi secara alami
Pada tahun 1972 para ilmuwan Perancis dipimpin Francis Perrin secara tidak sengaja menemukan sesuatu yang aneh pada kandungan uranium di pertambangan Oklo, Gabon, Afrika Barat. Kandungan isotop uranium-235 di daerah itu setengah lebih rendah dibandingkan isotop yang sama di seluruh dunia. Kondisi abnormal ini sangat mirip dengan kandungan uranium-235 yang ada di dalam bahan bakar nuklir bekas reaktor nuklir. Ternyata, komposisi dan kandungan isotop-isotop lain juga sangat mirip dengan yang terdapat pada bahan bakar bekas PLTN. Dengan demikian disimpulkan bahwa pada masa lalu pernah terjadi reaktor nuklir alam. Diperkirakan di Oklo telah terjadi paling tidak 6 reaktor nuklir yang beroperasi secara alami tanpa campur tangan manusia. Pada awalnya banyak pihak yang meragukan kesimpulan ini, namun setelah dipelajari secara seksama, reaktor nuklir alam di bawah tanah tersebut bisa terjadi karena dua hal utama, yaitu adanya peran air dan kandungan uranium-235 yang relatif tinggi saat reaktor beroperasi.
Air berfungsi menurunkan kecepatan partikel netron sehingga mampu bereaksi dengan uranium-235. Diperkirakan 1,7 milyar tahun yang lalu kandungan uranium-235 adalah 3% (atau 4 kali lebih tinggi dari prosentase saat ini) sehingga sangat cukup untuk terjadinya reaksi fisi. Reaktor nuklir alam ini beroperasi selama jutaan tahun dan berhenti dengan sendirinya karena dengan berjalannya waktu jumlah uranium-235 berkurang sehingga sulit menimbulkan reaksi nuklir berantai dan dengan keadaan tersebut fenomena reaktor alam tidak akan pernah terjadi lagi di zaman modern.



DAFTAR PUSTAKA


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia. Jilid II, Jakarta. 1978.

Anonim,  1985,  Materia  Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, p.15-19.

1 komentar:

  1. Info yang sangat bagus, setelah membaca saya jadi mengetahui lebih dalam tentang limbah nuklir.terima kasih sudah memposting :-)

    BalasHapus