LIMBAH RADIOAKTIF (NUKLIR)
Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau
terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi batas
yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir. Definisi tersebut digunakan di dalam peraturan perundang-undangan.
Pengertian limbah radioaktif yang lain mendefinisikan sebagai zat radioaktif
yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang
terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat
difungsikan/dimanfaatkan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi
radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi
yang memanfaatkan radiasi pengion.
Klasifikasi
Limbah Radioaktif
Undang-Undang Nomor
10/1997 tentang Ketenaganukliran mengklasifikasikan limbah radiokaktif menjadi
3 (tiga) jenis, yaitu:
- Limbah Tingkat Rendah (Low Level Waste-LLW)
- Limbah Tingkat Sedang (Intermediate Level Waste - ILW); dan
- Limbah Tingkat Tinggi (High Level Waste - HLW)
Sedangkan menurut PP
No. 27 tahun 2002 tentang pengelolaan limbah radioaktif limbah aktivitas
rendah, sedang dan tinggi di jelaskan sebagai berikut:
1. Limbah Aktivitas Rendah
Yaitu
limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman (clearance level)
tetapi di bawah tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama
penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
2. Limbah Aktivitas Sedang
Limbah
radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat
tinggi yang tidak memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama
penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan
3. Limbah Aktivitas Tinggi
Limbah
radioaktif dengan tingkat aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan
pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan,
termasuk bahan bakar nuklir
Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
Selain dari penggunaan radioisotop di
rumah sakit dan industri, kegiatan litbang nuklir oleh lembaga penelitian dan
pengembangan juga menghasilkan limbah radioaktif. Limbah tersebut dihasilkan
dari pengoperasian (aktivitas) beberapa fasilitas nuklir yang umumnya dimiliki
lembaga litbang nuklir. Fasilitas tersebut dapat berupa reaktor riset,
instalasi produksi radioisotop, instalasi pengelolaan limbah radioaktif serta
laboratorium penunjang lainnya,
Selain penggunaan sumber radioaktif dilembaga litbang
nuklir, lembaga penelitian lainnya, seperti universitas juga menghasilkan
limbah radioaktif. Aktivitas yang mungkin di lakukan adalah misalnya penggunaan
radioisotop untuk keperluan pemantauan untuk mengetahui sistem metabolisme atau
mekanisme perpindahan (pathways) suatu unsur/mineral di lingkungan,
atau penelitian untuk mengetahui optimalisasi penyerapan pupuk oleh tanaman,
efisiensi penggunaan pestisida dan lain-lain.
Industri
Pemanfaatan bahan radioaktif dalam
bidang industri sangat beragam tergantung dari tujuan penggunaannya, misalnya
untuk pembangkitan energi (PLTN), pengujian kualitas pengelasan, pengujian
ketebalan bahan, sebagai alat kontrol, pengujian homogenitas suatu campuran
(perunut), penentuan kandungan mineral atau minyak bumi dalam industri
pertambangan dan lain-lain. Sesuai dengan tujuan penggunaan tersebut maka jenis
radionuklida yang digunakan bervariasi sebagai pemancar alpha (α), beta (β),
gamma (γ) dan netron dengan aktivitas yang beragam. Beberapa radionuklida yang
sering digunakan dalam bidang industri adalah 60Co, 85Kr,
137Cs, 192Ir, 241Am, 90Sr dan 241Am-Be.
Limbah radioaktif dari penggunaan sumber radiasi di industri merupakan sumber
bekas (spent source) yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Limbah
yang dihasilkan dari PLTN adalah limbah aktivitas rendah, sedang dan bahan
bakar nuklir bekas
Sumber limbah radioaktif
Limbah radioaktif dihasilkan dari
segala aktivitas yang memanfaatkan bahan radioaktif, baik dari seluruh tahapan
dalam pengoperasian reaktor nuklir, produksi dan penggunaan radioisotop (bahan
radioaktif) dalam bidang kesehatan, industri dan penelitian.
Rumah Sakit
Di bidang kedokteran sumber radioaktif
terutama digunakan untuk keperluan diagnosa dan terapi penyakit. Beberapa
radioisotop yang sering digunakan untuk keperluan diagnosa antara lain 99Tc,
125I, 153Gd, dan 241Am, sedangkan radioisotop
yang digunakan untuk terapi antara lain 60Co, 90Sr, 137Cs
dan 192Ir. Radioisotop yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat
berupa sumber terbuka (unsealed source) dan sumber tertup (sealed
source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka
sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.
Upaya Penanganan Limbah Nuklir
Secara
umum, pengelolaan limbah nuklir yang lazim digunakan oleh negara-negara maju
meliputi tiga pendekatan pokok yang bergantung pada besar kecilnya volume
limbah, tinggi rendahnya aktivitas zat radioaktif yang terkandung dalam limbah
serta sifat-sifat fisika dan kimia limbah tersebut. Tiga pendekatan pokok itu
meliputi:
- Limbah nuklir dipekatkan dan dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan dalam wadah khusus untuk selanjutnya disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini efektif untuk menangani limbah nuklir cair yang mengandung zat radioaktif beraktivitas sedang dan atau tinggi
- Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan meluruh dalam tempat penyimpanan khusus sampai aktivitasnya sama dengan aktivitas zat radioaktif lingkungan. Cara ini efektif bila dipakai untuk pengelolaan limbah nuklir cair atau padat yang beraktivitas rendah dan berwaktu paruh pendek.
- Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke lingkungan. Cara ini efektif dalam pengelolaan limbah nuklir cair dan gas beraktivitas rendah (Sofyan, 1998)
Pada
PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah (70 –
80%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur ulang
elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak didaur
ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit. Penangan limbah
radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya
mengikuti tiga prinsip, yaitu :
- Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi, kompaksi/ditekan.
- Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan
- Menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi
Tabel Perbedaan Penyimpanan Bahan Bakar Nuklir Bekas
Penyimpanan
Sementara
Bahan Bakar Nuklir
Bekas
|
Penyimpanan Lestari
|
Lokasi bebas banjir
|
Lokasi bebas banjir
dan terhindar dari erosi
|
Tahan terhadap
gempa
|
Lokasi tahan
terhadap gempa dan memenuhi karakteristik materi bumi dan sifat kimia air
|
Didesain sehingga
terhindar dari kekritisan
|
Didesain sehingga
terhindar dari terjadinya kekritisan
|
Dilengkapi dengan
peralatan proteksi radiasi
|
Dilengkapi dengan
sistem pemantau radiasi dan radioaktivitas lingkungan
|
Dilengkapi dengan
penahan radiasi
|
Dilengkapi dengan
sistem pendingin
|
Dilengkapi dengan
sistem proteksi fisik
|
Dilengkapi dengan sistem
penahan radiasi
|
Dilengkapi dengan
sistem pemantau radiasi
|
Dilengkapi dengan
sistem proteksi fisik
|
Memenuhi distribusi
populasi penduduk dan tata wilayah sekitar lokasi penyimpanan
|
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat (B,xxxx). Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudahtidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).
Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan dalam drum/beton dengan semen. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar/dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas masif (B,xxxx). Proses pemadatan bisa dilakukan dengan semen (sementasi), aspal (bitumentasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan gelas (vitrifikasi) (Sofyan,1998) Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih ditempat/lokasi khusus dengan kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat (B,xxxx).
Tabel
2 berikut ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi sebagai
lokasi/tempat penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas maupun penyimpanan
lestari berdasarkan PP No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Tabel
2. Standarisasi Lokasi Penyimpanan Limbah Nuklir
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyimpanan atau pengukungan limbah antara lain:
Keselamatan terpasang
Keselamatan
terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu
dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun yang
tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi pembelahan
berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan
menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal
beroperasi
Penghalang ganda
Zat
radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar
(>99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi
sebagai penghalang pertama. Selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan,
kelongsongan bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah
terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Apabila masih dapat
keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang ketiga yaitu sistem
pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada penghalang keempat berupa
bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal ± 20 cm. penghalang kelima adalah
perisai beton dengan ketebalan 1,5 – 2 meter. Bila zat radioaktif tersebut
masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang ke enam yaitu
sistem pengukung yang terdiri pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5 –
2 meter yang kedap udara.
Pertahanan berlapis
Pertahanan
berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang,
dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang
tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi
dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi
akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin terjadi selama umur PLTN; dan lapis
keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan
(B,xxxx).
Selain
itu terdapat juga dua pendekatan utama dalam pengelolaan limbah radioaktif
yaitu pendekatan “Dilute and Disperse” dan pendekatan “Concentrate
and Contain”. Pada pendekatan Dilute and Disperse, limbah yang
mengandung radionuklida dengan konsentrasi rendah di buang secara langsung ke
lingkungan. Pembuangan atau pelepasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui atmosfer (material gas dan partikulat kasar) dan air pada lingkungan
perairan maupun lingkungan air tawar (cairan, substansi terlarut dan suspended
solid). Biasanya dalam fase cair dan gas yang disebut juga sebagai effluen.
Keuntungan pendekatan Dilute and Disperse adalah dimungkinkan untuk
melakukan verifikasi dan kontrol. Pada pendekatan Concentrate and Contain,
limbah dalam fase padat di isolasi dari lingkungan manusia untuk meminimalkan
paparan yang mungkin terjadi. Untuk kasus radionuklida umur pendek (hanya
beberapa tahun), dimungkinkan untuk mengisolasi limbah di tempat penyimpanan
yang aman sampai waktu peluruhan radioaktif berkurang ke level kurang
berbahaya. Hal tersebut berlaku juga untuk limbah radionuklida dalam bentuk
cair dan gas. Limbah yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh yang lama
dalam jumlah besar, harus di isolasi ke tempat penyimpanan (repository).
Berbagai alternatif harus di identifikasi dan diperhitungkan termasuk
ketersediaan modal, operasional, biaya perawatan, penerapan pengelolaan limbah,
dan efek yang diberikan baik secara individual maupun kolektif terhadap
masyarakat dan pekerja (Cooper,2003)
Limbah
yang mengandung radionuklida dengan level rendah dapat dibuang ke landfill
dengan material limbah biasa. Limbah yang mengandung radionuklida level tinggi
memerlukan standar isolasi yang lebih besar terhadap lingkungan hidup
(biosfer). Limbah bahan nuklir bekas dan hasil belahan berkonsentrasi tinggi,
yang mengalami peningkatan selama reprocessing bahan bakar bekas, harus
memenuhi standar tertinggi pada saat melakukan isolasi limbah. Pembuangan atau
penyimpanan limbah radionuklida dilakukan pada kedalaman ratusan meter di bawah
tanah dengan mempertimbangkan pendekatan pengukungan berlapis. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan terhadap pembuangan limbah antara lain bentuk limbah,
kontainer, fasilitas lining disposal, formasi geologi dimana fasilitas
ditempatkan, perlindungan biosfer terhadap perpindahan radionuklida
(Cooper,2003).
Limbah
radioaktif dihasilkan dalam fase gas, cair dan padatan melalui proses industri
termasuk listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga nuklir. International
Atomic Energy Agency (IAEA) mengeluarkan 9 prinsip pengelolaan limbah
radioaktif, yaitu:
- Limbah radioaktif harus dikelola dengan tingkat keamanan yang dapat melindungi kesehatan manusia dan lingkungan
- Limbah radioaktif harus dikelola dalam hal memberikan level yang dapat diterima guna perlindungan lingkungan
- Limbah radioaktif harus dikelola untuk menjamin bahwa efek yang mungkin terjadi pada kesehatan manusia diluar batas standar nasional, turut diperhitungkan
- Limbah radioaktif harus dikelola dalam memberikan prediksi bahwa dampak terhadap kesehatan generasi masa depan tidak lebih besar dari yang sekarang di terima
- Limbah radioaktif hars dikelola dengan cara tertentu yang tidak memberikan pengaruh atau akibat fatal pada generasi berikutnya
- Limbah radioaktif harus dikelola dengan tujuan yang sesuai frame work nasinal termasuk pembagian tanggung jawab dan provisi untuk fungsi kelembagaan independen.
- Limbah radioaktif yang dihasilkan harus minimum practicable.
- Keterkaitan antara seluruh tahapan dalam menghasilkan limbah radioaktif serta pengelolaannya harus dapat diukur atau diperhitungkan.
- Keamanan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan limbah radioaktif harus dipastikan selama masa lifetime (Cooper, 2003)
Akan
tetapi pelaksanaan 9 prinsip pengelolaan limbah radioaktif tersebut tidak lepas
dari aturan perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga butuh adaptasi
sebelum adanya aplikasi. Ada beberapa pengertian limbah radioaktif :
- zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan atau
- bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, dan sudah tidak dapat difungsikan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
- Dari segi besarnya aktivitas dibagi dalam limbah aktivitas tinggi, aktivitas sedang dan aktivitas rendah.
- Dari umurnya di bagi menjadi limbah umur paruh panjang, dan limbah umur paruh pendek.
- Dari bentuk fisiknya dibagi menjadi limbah padat, cair dan gas.
Limbah
radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik pemanfaatan
untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan
nuklir untuk keperluan industri dan rumah sakit.
Limbah
radioaktif dikelola sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan masyarakat,
pekerja dan lingkungan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang. Cara pengelolaannya dengan mengisolasi limbah tersebut dalam suatu
wadah yang dirancang tahan lama yang ditempatkan dalam suatu gedung penyimpanan
sementara sebelum ditetapkan suatu lokasi penyimpanan permanennya.Apabila
dimungkinkan pengurangan volume limbah maka dilakukan proses reduksi volume,
misalnya menggunakan evaporator untuk limbah cair, pembakaran untuk limbah
padat maupun cair yang dapat bakar, ataupun pemampatan untuk limbah padat yang
dapat dimampatkan.Penyimpanan permanen dapat berupa tempat di bawah tanah
dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk limbah aktivitas tinggi dan waktu
paruh panjang, atau dekat permukaan tanah dengan kedalaman hanya beberapa puluh
meter untuk limbah aktivitas rendah-sedang.
Karena
limbah memancarkan radiasi, maka apabila tidak diisolasi dari masyarakat dan
lingkungan maka radiasi limbah tersebut dapat mengenai manusia dan lingkungan.
Misalnya, limbah radioaktif yang tidak dikelola dengan baik meskipun telah
disimpan secara permanen di dalam tanah, radionuklidanya dapat terlepas ke air
tanah dan melalui jalur air tanah tersebut dapat sampai ke manusia.Bahaya
radiasi adalah, radiasi dapat melakukan ionisasi dan merusak sel organ tubuh
manusia. Kerusakan sel tersebut mampu menyebabkan terganggunya fungsi organ
tubuh. Disamping itu, sel-sel yang masih tetap hidup namun mengalami perubahan,
dalam jangka panjang kemungkinan menginduksi adanya tumor atau kanker. Ada
kemungkinan pula bahwa kerusakan sel akibat radiasi mengganggu fungsi genetika
manusia, sehingga keturunannya mengalami cacat.
Sumber
terbungkus atau peralatan yang mengandung zat radioaktif yang sudah tidak
digunakan atau tidak ingin digunakan lagi dapat berupa nuclear density gauge
jinjing atau fixed, kamera radiografi untuk maksud industri, sumber radioaktif
terbungkus yang digunakan untuk kedokteran (brachytherapy) dan sumber terbungkus
yang digunakan kalibrasi instrumen dan sebagainya. Umumnya sumber yang tidak
digunakan lagi ini dikembalikan ke vendor atau pabrikan sesuai dengan kontrak
yang dibuat. Kesulitan dalam pengembalian ini dapat menghubungi BAPETEN
(Hotline fax: 021-6385 6613, 6385 9141, telepon : 021-6385 4879 (litbang dan
industry) dan 021-6385 4883, 6385 4871 (kesehatan) atau email: dpfrzr@bapeten.go.id). Alternatif lain adalah mengirim/melimbahkan sumber
tersebut ke BATAN (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Fax 021-7560927, Telepon
021-7563142 atau email: ptlr@batan.go.id).
Sebenarnya ada alternatif ketiga, yakni memindahkan atau mentransfer izin
pemanfaatan ini ke pihak lain, untuk itu silahkan menghubungi BAPETEN. Pemegang
izin sumber harus memperhatikan kapan izin yang dimilikinya kadaluarsa. Sumber
yang sudah kadaluarsa izinnya harus mengikuti salah satu dari ketiga alternatif
di atas dan dilarang menyimpan sumber radioaktif yang sudah kadaluarsa.
Operasi
pemanfaatan tenaga nuklir dapat menimbulkan limbah radioaktif. Sebagian limbah
ini diproses (misalnya dilewatkan filter) sedemikian rupa sehingga zat
radioaktif yang lolos (disebut efluen radioaktif cair/gas) berada dalam jumlah
yang memungkinkan untuk dilepas ke lingkungan (atmosfer/badan air).Jumlah zat
radioaktif yang dilepas ke lingkungan tidak boleh melebihi batas lepasan
(discharge limit) yang telah ditetapkan. Selain itu untuk limbah radioaktif
selain efluen diberlakukan tingkat klierens (clearance levels). Semua
radionuklida di bawah nilai tingkat klierens (umumnya dalam satuan konsentrasi
aktivitas Bq/g) dapat dibuang ke lingkungan. Biasanya nilai tingkat klierens
jauh lebih rendah dari batas lepasan.
Sebenarnya
perdefinisi, limbah radioaktif adalah bagian dari limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), namun ada kalanya sebagian masyarakat membedakan kedua jenis
limbah tersebut. Menurut pandangan terakhir ini, terdapat istilah 'mixed waste'
(limbah campuran), yaitu limbah yang mengandung campuran unsur radioaktif
sekaligus B3. Sebagai contoh, dalam proses pembuatan bahan bakar uranium,
terdapat limbah yang mengandung asam (B3) dan radionuklida sekaligus. Sehingga
dalam penanganannya, kedua sifat bahaya tersebut(B3 dan radioaktif) harus
selalu dipertimbangkan.
Pengelolaan
limbah radioaktif didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, penyimpanan sementara serta penyimpanan secara permanen. Apabila
badan pengawas mengijinkan, maka kegiatan pengelolaan tersebut sebagian boleh
dilaksanakan oleh pihak penghasil limbah radioaktif, yaitu dari pengumpulan
sampai penyimpanan sementara. Namun penyimpanan permanen dilaksanakan oleh
BATAN. Apabila penghasil limbah radioaktif tidak mampu melaksanakan kegiatan
sebagian pengelolaan tersebut, maka pengelolaan limbah radioaktif sepenuhnya
kewajiban BATAN.Badan yang melakukan pengawasan adalah Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (BAPETEN) yang terpisah dari badan pelaksana (BATAN). Hal ini sesuai
dengan amanat UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
Dasar
hukum yang mengatur limbah radioaktif adalah Undang-Undang No. 10 tahun 1997
tentang Ketenaganukliran, serta Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Biaya
pengelolaan limbah tersebut sangat bergantung pada jenis limbahnya. Terdapat
perbedaan biaya antara limbah radioaktif cair, padat terbakar, padat
terkompaksi dan sebagainya. Seluruh biaya tersebut telah ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2008.
Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Bab VI Pengelolaan
Limbah Radioaktif Pasal 23, Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh
Badan Pelaksana. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 5 dan
penjelasannya ditentukan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) adalah
instansi pengelola limbah radioaktif. Selain itu, limbah radioaktif juga diatur
dalam Peraturan pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah
Radioaktif. Dengan demikian, BATAN merupakan satu-satunya institusi resmi di
Indonesia yang melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif. BATAN memiliki satu
Pusat yang khusus bertugas dalam pengelolaan limbah radioaktif yaitu Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Bagi industri atau rumah sakit yang
menghasilkan limbah radioaktif dapat mengirim limbahnya ke PTLR. Pengelolaan
limbah radioaktif di Indonesia diawasi pelaksanaannya oleh Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Alam Mengajarkan Cara Mengelola Limbah Radioaktif
Sebagian masyarakat masih meragukan
keselamatan pengelolaan limbah radioaktif terutama pada tahap penyimpanan akhir
limbah radioaktif karena sebagian limbah radioaktif berusia sangat panjang.
Dikhawatirkan limbah tersebut dapat tersebar dan membahayakan manusia dan
lingkungannya.Beruntung alam mengajarkan tentang bagaimana zat radioaktif
tersimpan di suatu tempat selama jutaan tahun dan tidak berpindah/bermigrasi ke
tempat lain yang dapat membahayakan lingkungan dan manusia. Contoh fenomena
alam yang paling menakjubkan adalah reaktor nuklir alam Oklo di Negara Gabon
Afrika.
Reaktor nuklir bisa terjadi secara alami
Pada tahun 1972 para ilmuwan Perancis
dipimpin Francis Perrin secara tidak sengaja menemukan sesuatu yang aneh pada
kandungan uranium di pertambangan Oklo, Gabon, Afrika Barat. Kandungan isotop
uranium-235 di daerah itu setengah lebih rendah dibandingkan isotop yang sama
di seluruh dunia. Kondisi abnormal ini sangat mirip dengan kandungan
uranium-235 yang ada di dalam bahan bakar nuklir bekas reaktor nuklir.
Ternyata, komposisi dan kandungan isotop-isotop lain juga sangat mirip dengan
yang terdapat pada bahan bakar bekas PLTN. Dengan demikian disimpulkan bahwa
pada masa lalu pernah terjadi reaktor nuklir alam. Diperkirakan di Oklo telah
terjadi paling tidak 6 reaktor nuklir yang beroperasi secara alami tanpa campur
tangan manusia. Pada awalnya banyak pihak yang meragukan kesimpulan ini, namun
setelah dipelajari secara seksama, reaktor nuklir alam di bawah tanah tersebut
bisa terjadi karena dua hal utama, yaitu adanya peran air dan kandungan
uranium-235 yang relatif tinggi saat reaktor beroperasi.
Air berfungsi menurunkan kecepatan partikel netron sehingga mampu bereaksi dengan uranium-235. Diperkirakan 1,7 milyar tahun yang lalu kandungan uranium-235 adalah 3% (atau 4 kali lebih tinggi dari prosentase saat ini) sehingga sangat cukup untuk terjadinya reaksi fisi. Reaktor nuklir alam ini beroperasi selama jutaan tahun dan berhenti dengan sendirinya karena dengan berjalannya waktu jumlah uranium-235 berkurang sehingga sulit menimbulkan reaksi nuklir berantai dan dengan keadaan tersebut fenomena reaktor alam tidak akan pernah terjadi lagi di zaman modern.
Air berfungsi menurunkan kecepatan partikel netron sehingga mampu bereaksi dengan uranium-235. Diperkirakan 1,7 milyar tahun yang lalu kandungan uranium-235 adalah 3% (atau 4 kali lebih tinggi dari prosentase saat ini) sehingga sangat cukup untuk terjadinya reaksi fisi. Reaktor nuklir alam ini beroperasi selama jutaan tahun dan berhenti dengan sendirinya karena dengan berjalannya waktu jumlah uranium-235 berkurang sehingga sulit menimbulkan reaksi nuklir berantai dan dengan keadaan tersebut fenomena reaktor alam tidak akan pernah terjadi lagi di zaman modern.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia. Jilid II, Jakarta.
1978.
Anonim, 1985,
Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
p.15-19.
Info yang sangat bagus, setelah membaca saya jadi mengetahui lebih dalam tentang limbah nuklir.terima kasih sudah memposting :-)
BalasHapus